Rabu, 25 Juli 2018

Konservasi Arsitektur (Kedai Seni Djakarte)


KONSERVASI
Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam. Kegiatan konservasi antara lain: preservasi, restorasi, replikasi, rekonstruksi, revitalisasi/adaptasi atau penggunaaan untuk fungsi baru suatu asset masa lalu, dan rehabilitasi. Aktivitas tersebut tergantung dengan kondisi, persoalan dan kemungkinan yang dapat dikembangkan dalam upaya pemeliharaan lebih lanjut.
Jenis Konservasi yang dilakukan pada bangunan Kantor Asuransi yang dikenal dengan nama Batavia Zee en Brand Assurantie Mij yaitu revitalisasi. Revitalisasi merupakan segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai.
Bangunan cagar budaya sendiri dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
1.      Bangunan cagar budaya Golongan A (Utama), yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 4 (empat) kriteria, dan harus dipertahankan dengan cara preservasi.
2.      Bangunan cagar budaya Golongan B (Madya), yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 3 (tiga) kriteria dan bangunan cagar budaya ini dapat dilakukan pemugaran dengan cara restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi.
3.      Bangunan cagar budaya Golongan C (Pratama), yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 2 (dua) kriteria dan bangunan cagar budaya ini dapat dilakukan pemugaran dengan cara revitalisasi/adaptasi.

Bangunan Cagar Budaya
Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

Pemugaran Bangunan Cagar Budaya
Golongan A
1.                  Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
2.                  Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
3.                  Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
4.                  Dalam upaya revitalisasi memungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
5.                  Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya memungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Pemugaran Bangunan Cagar Budaya
Golongan B
1.                  Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
2.                  Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
3.                  Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi memungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
4.                  Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Pemugaran Bangunan Cagar Budaya
Golongan C
1.                  Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
2.                  Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
3.                  Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
4.                  Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana Kota

KEDAI SENI DJAKARTE (REVITALISASI)
Latar Belakang Kedai Seni Djakarte

Pada awal abad ke-20
Kedai Seni Djakarte dulunya merupakan bagian dari kompleks gedung perkantoran bernama Batavia Zee en Brand Assurantie Mij. Kantor Asuransi dibangun pada awal abad ke-20 oleh arsitek P.A.J Moojen. Fasad utamanya 3 lantai, yang menghadap Kali Besar dipengaruhi oleh gaya Neo-Klasik, tetapi bagian belakangnya yang menghadap ke Pintu Besar memiliki 2 lantai dengan tipikal gaya bangunan lebih sederhana yang khas dari pasangan bata Eropa.




Pada abad ke-20 hingga abad ke-21
Selama abad ke-20 gedung kantor utama yang menghadap JIn Kali Besar Timur terus berlanjut ditempati oleh berbagai bisnis asuransi dan namanya berubah beberapa kali. Menurut Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1960, yang diumumkan oleh Menteri Pendapatan, Keuangan dan Monetary Republik Indonesia no.12631 / BUM II tanggal 9 Februari 1960, ada 8 Perusahaan asuransi Belanda yang ditunjuk dan bergabung ke dalam Asuransi Negara Perusahaan (Perusahaan Asuransi Kerugian Negara - PAKN).
Menurut Ibu Susi Ratna (pemilik Kedai Seni Djakarte) ada tahun 1963 gubernur Jakarta (Soemarno), memberikan bagian belakang dari gedung (bagian yang menghadap JI. Pintu Besar Utara) ke ayah mertua ibu Susi, Tuan Soejoto. Itu adalah bangunan yang digunakan sebagai PT. Dinoyo (1965-1975), sebuah perusahaan impor kimia. Setelah itu bangunan digunakan sebagai kantor untuk bisnis gula. Pada tahun 1990 digunakan sebagai kantor putra Mr. Soejoto (suami dari Mrs Susi) dan untuk sementara waktu disewakan untuk pub / bar. Sejak 2009 sudah digunakan sebagai Kedai Seni Djakarte. Sisa komplek (yang menghadap JIn Kali Besar Timur) masih dimiliki oleh Jasa Raharja Insurance.





Tujuan
Tujuan utama pemugaran ini adalah perbaikan kuda-kuda atap yang lapuk untuk menjamin kekokohan 
dan perpanjangan umur bangunan. Selain itu juga dalam upaya untuk memperbaiki tampak bangunan 
agar utuh dan sesuai dengan kondisi aslinya. Pekerjaan ini adalah proyek percontohan pemugaran 
bangunan cagar budaya oleh UNESCO Jakarta, yang merupakan bagian dari program Revitalisasi Kota Tua Jakarta.
 
Lingkup Kerja Pemugaran
1.      Perbaikan kuda-kuda kayu dan sopi-sopi
2.      Perbaikan talang pada atap
3.      Perbaikan kanopi depan
4.      Perbaikan plafond lantai 2
5.      Perbaikan dinding lantai 2
6.      Perbaikan jendela lantai 2
7.      Perbaikan susur tangga
8.      Relokasi Pipa dapur lantai 1




Sumber:
http://abadisantosoganteng.blogspot.co.id/2011/04/bangunan-cagar-budaya.html
https://www.lestarikanbangunantua.info/kedai-seni-djakarte
https://finifio.wordpress.com/2016/06/04/apa-itu-konservasi-arsitektur/

Rabu, 10 Januari 2018

PEER CITICISM

PEER CITICISM
Kebanyakan lingkungan masyarakat dan institusi tertentu dalam kritik kelompok (peer criticism) tentang arsitektur adalah juri penghargaan desain. Dalam hal ini arsitek professional mengevaluasi dan memberikan pengetahuan khusus tentang desain yang dibawa oleh para professional. Institusi lain dalam kritik kelompok adalah buku atau artikel yang ditulis oleh para arsitek tentang arsitek-arsitek lain.
Beberapa kriteria kualitas yang biasanya menjadi poin-poin evaluasi dalam kritik kelompok :
·         Bangunan harus memiliki konsep
·         Bangunan harus mencerminkan keteraturan struktur
·         Bangunan harus menghargai dan respek terhadap lingkungan
·         Ruang harus peka terhadap emosi lingkungan
·         Sangat disarankan untuk menggunakan teknologi yang dipersyaratkan
·         Bangunan harus memiliki makna dan ruang yang selalu bisa diingat…..dll.



Dafen Art Museum, Shenzen
Terletak di Tenggara Universitas Tongji, Sino-French Center menjadi kampus yang telah berkembang sejak universitas ini didirikan pada tahun 1907. Bagian timurnya menghadap ke Siping Road yang sibuk, bagian utaranya hampir menyentuh Paviliun Xuri yang ada, dan sebelah baratnya menangani Monumen Martir dan bangunan kelas yang besar. Selain itu, universitas tersebut ingin melestarikan banyak pohon di lokasi. Atelier Z +, perusahaan Shanghai muda yang didirikan pada tahun 2002 oleh Zhang Bin dan Zhou Wei, menanggapi tantangan ini dengan merancang sebuah bangunan yang mengarah ke situs tersebut, menciptakan ruang terbuka yang memperlihatkan pohon dan bangunan tetangga ke dalam lingkungan.
Tujuan proyek ini adalah menciptakan sistem untuk mengintegrasikan programnya, dalam konteks site dan konteks budaya. Para arsitek melakukannya dengan menggunakan diagram geometris untuk mengontrol penggunaan material dan sirkulasinya, respon pada site, dan untuk menunjukkan makna simbolis.
Bangunan ini terdiri dari tiga bagian, perguruan tinggi, kantor dan ruang pertemuan publik. Perguruan tinggi dan perkantoran memiliki pintu masuk utama pada bagian tengah kedua bangunan, sementara ruang pertemuan public memiliki lobby dan pintu masuk sendiri.

Bahan dan tektonik yang berbeda berlaku untuk komponen kompleks yang berbeda. Bangunan sektor perguruan tinggi menggunakan fasad berupa lembaran panel baja. Tekstur dan warna panel yang unik dan penempatan kaca yang sangat baik menciptakan sebuah variasi .

        Posisi jendela yang teratur membuat cahaya matahari masuk ke dalam ruangan kantor dan koridor. Hal ini dilakukan untuk menciptakan perturkaran atau kombinasi dua budaya yang berbeda.
Desain landscape memiliki peran penting pada desain ini seperti dinding. Pada existing terdapat pohon metasequoias (dawn redwood) mengelilingi area sector perkantoran, area public, dan plaza saat memasuki area bangunan.
     
      Sambungan antara dua bagian bangunan membentuk kolam renang dan taman, yang menjadi intermedia antara ruang public dan ruang kampus. Taman semi privat yang dibuat disekitar perguruan tinggi dan perkantoran, memberikan tempat yang tenang untuk belajar dan bersantai.



Dengan menerapkan konsep geometris yang berbeda, bahan, dan juga warna, kita menciptakan sebuah arsitektur yang unik, dan kelompok besar yang menciptakan sebuah arti dan pertukaran budaya antara China dan Eropa




Sumber:
https://erdiindies.wordpress.com/2016/12/26/kritik-arsitektur-sesion-3/
http://www.architravel.com/architravel/building/sino-french-centre/
https://divisare.com/projects/18118-atelier-z-zhang-si-ye-sino-french-centre
https://www.archdaily.com/635283/an-interview-with-zhang-bin-atelier-z

New Chinese Architecture (Penulis: Wenjun Zhi, Xu Jie)

Senin, 30 Mei 2016

Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom guna untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat daerah tersebut yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, kata otonomi daerah berasal dari otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, kata otonomi berasal dari autos dan namos. Autos yang memiliki arti "sendiri" serta namos yang berarti "aturan" atau "undang-undang". Sehingga otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan guna untuk membuat aturan untuk mengurus daerahnya sendiri. Sedangkan daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum dan mempunyai batas-batas wilayah.

Pelaksanaan otonomi daerah selain memiliki landasan pada acuan hukum, juga sebagai suatu implementasi tuntutan globalisasi yang diberdayakan dengan cara memberikan daerah tersebut kewenangan yang luas, nyata dan memiliki tanggung jawab, terutam dalam hal mengatur, memanfaatkan, serta menggali berbagai sumber-sumber potensi yang terdapat di daerahnya masing-masing.

Dasar Hukum Otonomi Daerah

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, serta Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yangg Berkeadilan, dan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
  4. UU No. 31 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.
  5. UU No. 33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.


Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah adalah titik fokus penting guna memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah disesuaikan oleh pemerintah daerah itu sendiri dengan potensi yang ada serta ciri khas dari daerahnya masing-masing.

Otonomi daerah sudah diberlakukan di Indonesia dengan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah sudah dianggap tidak sesuai dengan adanya perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga sudah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sampai saat ini sudah banyak mengalami perubahan, terakhir kali adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.

Hal ini dapat dijadikan kesempatan yang baik bagi pemerintah daerah guna membuktikan kemampuannya untuk melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah masing-masing. Maju dan tidaknya suatu daerah ditentukan oleh kemampuan serta kemauan dalam melaksanakannya. Pemerintah daerah dapat bebas berkreasi dalam rangka membangun daerahnya masing-masing, tentu saja masih tidak melanggar dengan perundang-undangan yang berlaku. 

Tujuan Otonomi Daerah

Berikut ini tujuan otonomi daerah : 
  1. Peningkatan terhadap pelayanan masyarakat yang semakin lebih baik.
  2. Pengembangan kehidupan yang lebih demokrasi.
  3. Keadilan nasional.
  4. Pemerataan wilayah daerah.
  5. Pemeliharaan hubungan antara pusat dengan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  6. Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
  7. Menumbuhkan prakarsa serta kreativitas, meningkatkan peran serta keterlibatan masyarakat, mengembangkan peran serta fungsi dari DPRD.

Secara konseptual, negara Indonesia dilandasi oleh 3 tujuan utama antara lain : tujuan politik, tujuan administratif, serta tujuan ekonomi.

Hal yang ingin dicapai melalui tujuan politik adalah upaya dalam mewujudkan demokratisasi politik dengan cara melalui partai politik dan DPRD.

Hal yang ingin dicapai melalui tujuan administratif adalah adanya pembagian antara urusan pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah, termasuk sumber keuangan, pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan daerah.

Sedangkan tujuan ekonomi adalah terwujudnya peningkatan indeks pembangunan manusia yang digunakan sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

Prinsip Otonomi Daerah

Prinsip otonomi daerah yaitu menggunakan prinsip otonomi yang nyata, prinsip otonomi yang seluas-luasnya, serta berprinsip otonomi yang dapat bertanggung jawab. Kebebasan otonomi yang diberikan terhadap pemerintah daerah merupakan kewenangan otonomi yang luas, nyata, dan dapat bertanggung jawab. Berikut prinsip otonomi daerah : 

  1. Prinsip otonomi seluas-luasnya
  2. Daerah diberikan kebebasan dalam mengurus serta mengatur berbagai urusan pemerintahan yang mencakup kewenangan pada semua bidang pemerintahan, kecuali kebebasan terhadap bidang politik luar negeri, agama, keamanan, moneter, peradilan, keamanan, serta fiskal nasional.
  3. Prinsip otonomi nyata
  4. Daerah diberikan kebebasan dalam menangani berbagai urusan pemerintahan dengan berdasarkan tugas, wewenang, serta kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi dapat tumbuh, hidup, berkembang dan sesuai dengan potensi yang ada dan ciri khas daerah.
  5. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab
  6. Prinsip otonomi yang dalam sistem penyelenggaraannya harus sejalan dengan tujuan yang ada dan maksud dari pemberian otonomi, yang pada dasarnya guna untuk memberdayakan daerahnya masing-masing termasuk dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Asas Otonomi Daerah


Pedoman pemerintahan diatur Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada asas umum dalam penyelenggaraan negara yang terdiri sebagai berikut : 


  1. Asas kepastian hukum
  2. Asas yang lebih mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam kebijakan penyelenggara negara.
  3. Asas tertib penyelenggara
  4. Asas yang menjadi landasan keteraturan, keseimbangan, serta keserasian dalam pengendalian penyelenggara negara.
  5. Asas kepentingan umum
  6. Asas yang lebih mengutamakan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, serta selektif.
  7. Asas keterbukaan
  8. Asas yang membuka diri terhadap hak-hak masyarakat guna memperoleh berbagai informasi yang benar, nyata, jujur, serta tidak diskriminatif mengenai penyelenggara negara dan masih tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi, golongan, serta rahasia negara.
  9. Asas proporsinalitas
  10. Asas yang lebih mementingkan keseimbangan hak dan kewajiban
  11. Asas profesionalitas
  12. Asas yang lebih mengutamakan keadilan berlandaskan kode etik serta berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.
  13. Asas akuntabilitas
  14. Asas yang menentukan setiap kegiatan serta hasil akhir dari suatu kegiatan penyelenggara negara harus dapat untuk dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  15. Asas efisiensi dan efektifitas
  16. Asas yang dapat menjamin terselenggaranya kepada masyarakat menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal serta bertanggung jawab.
Penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan 3 asas sebagai berikut : 
  1. Asas desentralisasi
  2. Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah dan kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  3. Asas dekosentrasi
  4. Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur yang dijadikan sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat daerah.
  5. Asas tugas pembantuan
  6. Penugasan dari pemerintah kepada daerah serta desa dan dari daerah ke desa guna melaksanakan berbagai tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan, sarana, serta prasarana dan sumber daya manusia dengan kewajiban dalam melaporkan pelaksanaannya dan dapat mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan tugas tersebut.

Itulah pengertian otonomi daerah, dasar hukum otonomi daerah,  tujuan otonomi daerah, pelaksanaan otonomi daerah, prinsip otonomi daerah, dan asas otonomi daerah.

Sumber:http://woocara.blogspot.sg/2015/10/pengertian-otonomi-daerah-dasar-hukum-prinsip-asas-dan-tujuan-otonomi-daerah.html?m=1