Kamis, 22 Januari 2015

Hunian Yang Tidak Teratur

            Permukiman kumuh merupakan hal yang kurang menyenangkan bagi kota-kota yang sedang dalam kemajuan pesat. Permukiman ini terjadi karena tingginya tingkat perpindahan dari desa ke kota besar serta tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat menempati rumah layak huni yang nyaman. Salah satu contohnya adalah permukiman di bantaran sungai Berantas, salah satu sungai yang melewati kota Malang, Jawa Timur. Adapun selain faktor urbanisasi, permukiman kumuh disebabkan pula oleh faktor lahan dimana mulai berkurangnya lahan perumahan dan ketidakseimbangan antara penyediaan unit hunian bagi kaum mampu dan tidak mampu di perkotaan.
            Dampak dari permukiman itu sendiri adalah kurangnya prasarana dan sarana dasar yang diterima oleh warga penghuni permukiman. Faktor-faktor dasar seperti air bersih, drainase, jaringan sanitasi, listrik, sekolah, pusat pelayanan kesehatan, ruang terbuka dan sebagainya merupakan hal yang sulit untuk didapatkan. Di bantaran sungai Brantas sendiri dapat dilihat banyak warga yang melakukan aktifitas seperti bermain, memancing, mengambil air untuk kebutuhan rumah tangga sampai menguras isi perut di sungai yang sama setiap harinya. 

Kebanyakan penduduk di sepanjang sungai Brantas tidak mengerti bahaya dari limbah toilet umum yang berada pinggir sungai tersebut. Air limbah ini berfungsi sebagai media pembawa penyakit kolera, radang usus, hepatitis infektiosa  serta menjadi pembawa bakteri-bakteri berbahaya lainnya. Selain berbahaya untuk manusia, pencemaran ini juga merusak ekosisem ikan disungai. Dalam kasus inilah pendidikan dan sanitasi yang memadai dibutuhkan oleh para penghuni permukiman.

            Dari sisi sosial ekonomi, pada umumnya penghuni permukiman kumuh mempunyai tingkat pendapatan yang rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan kerja yang ada. Sedangkan para penghuni mungkin memiliki potensi untuk menjadi pekerja-pekerja handal dibidangnya. Jika dipandang dari sisi sosial budaya, permukiman kumuh ditandai oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah dimana sangat terbatas kemungkinan anak-anak permukiman kumuh mendapat pendidikan formal yang layak.
Dalam konstelasi tata ruang kota, permukiman kumuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsfigurasi struktur ruang kota. oleh karena itu, perencanaan tata ruang kota perlu didasarkan pada pemahaman bahwa pengembangan kota harus dilakukan sesuai dengan daya dukunya termasuk daya dukung yang relatif rendah di lingkungan permukiman kumuh.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah permukiman kumuh adalah dengan membangun rumah susun dengan fasilitas dan kelayakan tinggal yang memadai, memberikan penyuluhan kepada penghuni permukiman mengenai tata cara hidup sehat serta mencanangkan kegiatan perbaikan kampung. Masih banyak lagi jenis upaya yang dapat dicanangkan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh. Sebagai penutup, saya ingin ingatkan bahwa mereka butuh tempat tinggal, jika dapat memilih pun pasti mereka tidak akan memilih tinggal di permukiman. Sebagai pemuda, mari dukung program pemerintah untuk memperbaiki tata kota dan mengalokasikan permukiman kumuh.